Download Firefox Terbaru disini. Browsing dan Download lebih aman, cepat, dan stabil

Sabtu, 11 Oktober 2008

Napak Tilas Sejarah di Pulau Penyengat

. Sabtu, 11 Oktober 2008

PULAU PENYENGAT - Sejarah Pulau Penyengat tak bisa dilepaskan dari Kepulauan Riau. Itulah mengapa berkunjung ke ibukota Provinsi Kepri di Tanjungpinang tak lengkap jika tak menyinggahi Pulau Penyengat.


Anggapan cukup beralasan, pasalnya pulau didiami ribuan penduduk yang terletak sekitar 1,5 kilometer sebelah barat Kota Tanjungpinang, banyak menyimpan peninggalan sejarah zaman dulu. Terbukti, hingga kini, Penyengat banyak diminati pelancong baik lokal maupun manca negara.


Peninggalan sejarah hingga kini masih tetap terawat, antara lain Masjid Raya Sultan Penyengat, Benteng Bukit Kursi, Balai Adat, Makam Raja Abdul Rahman, Gedung Tengku Bilik, Gedung Mesiu, Istana Kantor, Makam Raja Jaafar, Sumur Puteri, Bekas Gedung Tabib, bekas Percetakan Rusdiyah Club, Bekas rumah hakim, Makam Tengku Halimah, Makam Raja Haji Fisabilillah, Benteng Bukit Punggawa dan sebagainya.


Nama Penyengat sendiri, menurut R Hamzah Yunus, dalam bukunya berjudul Peninggalan-Peninggalan Sejarah di Pulau Penyengat, bermula saat beberapa pelaut zaman lalu menyinggahi pulau tersebut.


Sang pelaut mengambil air tawar. Belum selesai mengambil air, segerombolan lebah menyerang. Beberapa pelaut terkena sengatan dan tewas. Sejak peristiwa itu, pulau ini dikenal bernama Penyengat.


Selain kaya aspek peninggalan sejarah, Penyengat juga dikenal Pulau tempat lokasi pertempuran sengit. Beberapa pertempuran zaman dulu yang dikenal, antara lain perang Sultan Sulaiman-Raja Kecik Siak, pertempuran Riau-Belanda sekitar tahun 1782-1784, dan sebagainya.


Bukti nyata lokasi pertempuran, di Penyengat banyak peninggalan meriam dan beberapa benteng dengan sistim pertahanan gaya Portugis.


Tahun 1803, pulau ini telah dibina dari pusat pertahanan menjadi negeri. Dan kemudian berkedudukan Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau-Lingga. Sementara Sultan berkediaman resmi di Daik-Lingga. Tahun 1900, Sultan Riau-Lingga hijrah ke Pulau Penyengat.


Kala itu, kejayaan Penyengat berakhir tatkala kejayaan Sultan-Lingga terakhir, Abdul Rahman Muazam Syah, meninggalkan pulau dan hijrah ke Singapura. Sultan saat itu enggan menandatangani kontrak yang menggariskan menghilangkan hak dan kekuasaan raja dan pembesar-pembesar Riau.


Satu persatu, R Hamzah Yunus menggambarkan peninggalan yang ada. Antara lain, keberadaan Mesjid Raya Sultan Penyengat. Masjid ini merupakan cermin keagungan agama Islam di Penyengat. Dihiasi kubah-kubah, menara dan mimbar yang serba indah. Didirikan sekitar tahun 1249 H (1832 M) atas prakarsa Yang Dipertuan Muda VII, Raja Abdul Rahman (Marhum Kampung Bulang).


Panjangnya sekitar 19,80 meter, lebar 18 meter. Di dalamnya ditopang 4 tiang beton. Pada tiap penjuru dibangun menara tempat bilal menyeru azan. Selain menara ada pula 13 kubah, ada yang 4 persegi. Seluruhnya berjumlah 17 manara dan kubah, sebayak rakaat sembahyang wajib umat Islam.


Mesjid ini didirikan di atas kawasan yang telah dibeton dan diratakan setinggi 7 hasta dari tanah. Untuk mengangkat batu, mengisi tanah dan menimbun asas seluruh mesjid telah dikerjakan secara gotongroyong oleh seluruh penduduk Penyengat.


Bahkan, selama 7 malam berturut-turut kaum wanita pun turut mengerjakan amal jariah, bersama-sama menyumbang tenaga membangun mesjid.


Makam Engku Puteri Permaisuri Sultan Mahmud. Lokasinya terletak di daerah Dalam Besar. Pusaranya dikelilingi sebuah tembok beton. Ditenmgah tembok berdiri berdiri bangunan dan makam Makam Engku Puteri Permaisuri Sultan Mahmud.


Di komplek Makam Engku Puteri Permaisuri Sultan Mahmud, ada pula pusara tokoh terkemuka kerajaan Riau, antara lain pusara Raja Haji Abdullah (Marhum Mursyid, Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga IX), Pusara Raja Ali Haji, pujangga Riau (Pengarang gurindam dubelas, Tuhfat al Nafis, Silsilah Melayu Bugis, dan sebagainya), pusara Raja Haji Abdullah (Hakim Mahkamah Syari’ah) dan pusara kerabat Engku Puteri lainnya.


Makam Raja Haji Marhum Teluk Ketapang, terletak di Bukit Selatan Pulau Penyengat. Bersebelahan dengan pusara Habib Sekh, seorang ulama terkenal di zaman kerajaan Riau.


Raja Marhum adalah pangeran Suta Wijaya di Jambi. Ia berhasil menaklukkan musuh dan menjadi penguasa inderagiri. Ia juga mensponsori pengangkatan Syarif Abdul Rahman sebagai Sultan Pontianak. Membangun pulau Biram Dewa di Sungai Riau


(Riau Lama) menjadi kota yang terkenal dengan sebutan Kota Piring.


Peninggalan lain, juga ada Bekas Istana Sultan Abdul Rahman Muazam Syah. Sisa bangunan istana Sultan Riau-Lingga yang terakhir ini sudah tidak ada lagi bekas-bekasnya. Istana yang disebut ‘’kedaton’’ luas dan arsitekturnya tak banyak berbeda dengan gedung daerah Tanjungpinang saat ini.


Bekas Gedung Tengku Bilik. Tengku bilik adalah adik Sultan Riau-Lingga terakhir. Bersuamikan Tengku Abdul Kadir. Bentuk bangunan ini merupakan ciri kesukaan bangsawan saat itu.


Makam Marhum Jaafar, Yang Dipertuan Muda VI. Komplek makam Raja Jaafar termasuk salah satu bangunan indah dengan pilar-pilar, kubah-kubah kecil yang dilengkjapi ukiran timbul, kolam air tawar, kolam untuk berwudhu dan hiasana lainnya.



Terkait peninggalan kubu pertahanan (benteng dan pertahanan), jumlahnya ada 12. Terletak di Bukit Batu dan Penggawa. Benteng dilindungi parit pertahanan yang berguna melindungi benteng. Lokasinya dekat pantai. (zek)


Selamat Datang di Pulau Penyengat


Masjid raya Sultan Riau di pulau Penyengat


Makam raja-raja (Raja Ja'afar dan Raja Ali Marhum Kantor) yang berada di tengah-tengah pulau Penyengat


Kompleks Istana Kantor sebagai objek pariwisata di pulau Penyengat


Makam Engku Putri Raja Hamidah (wafat 12/7/1844)

Sumber : http://batampos.co.id/// dan Wikipedia Indonesia

0 komentar:

 
aristars.blogspot is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com